Karapan Sapi
Bagi masyarakat Madura, karapan sapi bukan sekadar
sebuah pesta rakyat yang perayaannya digelar setiap tahun. Karapan sapi juga
bukan hanya sebuah tradisi yang dilaksanakan secara turun-temurun dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Karapan sapi adalah sebuah prestise kebanggaan
yang akan mengangkat martabat di masyarakat.
Sejarah asal mula Kerapan
Sapi tidak ada yang tahu persis, namun berdasarkan sumber lisan yang diwariskan
secara turun temurun diketahui bahwa Kerapan Sapi pertama kali dipopulerkan oleh
Pangeran Katandur yang berasal dari Pulau Sapudi, Sumenep pada abad 13.
Awalnya ingin memanfaatkan
tenaga sapi sebagai pengolah sawah. Brangkat dri ketekunan bgimna cara membajak
sapinya bekerja ,mengolah tanah persawahan, ternyata berhasil dan tanah tandus
pun berubah menjadi tanah subur.
Melihat gagasan bagus dan
membawa hasil positif, tentu saja warga masyarakat desa mengikuti jejak
Pangerannya. Akhirnya tanah di seluruh Pulau Sapudi yang semula gersang,
menjadi tanah subur yang bisa ditanami padi. Hasil panenpun berlimpah ruah dan
jadilah daerah yang subur makmur.
Setelah masa panen tiba
sebagai ungkapan kegembiraan atas hasil panen yang melimpah Pangeran Ketandur
mempunyai inisiatif mengajak warga di desanya untuk mengadakan balapan sapi.
Areal tanah sawah yang sudah dipanen dimanfaatkan untuk areal balapan sapi.
Akhirnya tradisi balapan sapi gagasan Pangeran Ketandur itulah yang hingga kini
terus berkembang dan dijaga kelestariannya. Hanya namanya diganti lebih populer
dengan “Kerapan Sapi”.
Bagi masyarakat Madura,
Kerapan Sapi selain sebagai tradisi juga sebagai pesta rakyat yang dilaksanakan
setelah sukses menuai hasil panen padi atau tembakau. Kerapan sebagai pesta
rakyat di Madura mempunyai peran di berbagai bidang. Misal di bidang ekonomi
(kesempatan bagi masyarakat untuk berjualan), peran magis religius (misal
adanya perhitungan-perhitungan tertentu bagi pemilik sapi sebelum bertanding
dan adanya mantra-mantra tertentu), bidang seni rupa (ada pada peralatan yang
mempunyai hiasan tertentu), bidang seni tari dan seni musik saronen (selalu
berubah dan berkembang).
Anatomi Karapan
Pengertian kata “kerapan” adalah adu sapi memakai
“kaleles”. Kaleles adalah sarana pelengkap untuk dinaiki sais/joki yang menurut
istilah Madura disebut “tukang tongko”. Sapi-sapi yang akan dipacu dipertautkan
dengan “pangonong” pada leher-lehernya sehingga menjadi pasangan yang satu.
Orang Madura memberi
perbedaan antara “kerapan sapi” dan “sapi kerap”. Kerapan sapi adalah sapi yang
sedang adu pacu, dalam kaedaan bergerak, berlari dan dinamis. Sedang sapi kerap
adalah sapi untuk kerapan baik satu maupun lebih. Ini untuk membedakan dengan
sapi biasa. Ada beberapa kerapan yaitu “kerrap kei” (kerapan kecil), “kerrap
raja’’ (kerapan besar), ‘kerrap onjangan” (kerapan undangan), “kerrap
jar-ajaran” (kerapan latihan).
Kaleles sebagai sarana
untuk kerapan yang dinaiki tokang tongko dari waktu ke waktu mengalami berbagai
perkembangan dan perubahan. Kaleles yang dipakai dipilih yang ringan (agar sapi
bisa berlari semaksimal mungkin), tetapi kuat untuk dinaiki tokang tongko
(joki).
Sapi kerap adalah sapi
pilihan dengan ciri-ciri tertentu. Misalnya berdada air artinya kecil ke bawah,
berpunggung panjang, berkuku rapat, tegar tegak serta kokoh, berekor panjang
dan gemuk. Pemeliharaan sapi kerap juga sangat berbeda dengan sapi biasa. Sapi
kerap sangat diperhatikan masalah makannya, kesehatannya dan pada saat-saat
tertentu diberi jamu. Sering terjadi biaya ini tidak sebanding dengan hadiah
yang diperoleh bila menang, tetapi bagi pemiliknya merupakan kebanggaan
tersendiri dan harga sapi kerap bisa sangat tinggi.
Sapi Kerap
Sapi kerap ada tiga macam yaitu sapi yang “cepat panas”
(hanya dengan diolesi bedak panas dan obat-obatan cepat terangsang), sapi yang
“dingin” (apabila akan dikerap harus dicemeti berkali-kali), dan sapi “kowat
kaso” (kuat lelah, memerlukan pemanasan terlebih dahulu).
Pada waktu akan dilombakan
pemilik sapi kerap harus mempersiapkan tukang tongko (joki), “tukang tambeng”
(bertugas menahan, membuka dan melepaskan rintangan untuk berpacu), “tukang
gettak” (penggertak sapi agar sapi berlari cepat), “tukang gubra” (orang-orang
yang menggertak sapi dengan bersorak sorai di tepi lapangan), “tukang ngeba
tali” (pembawa tali kendali sapi dari start sampai finish), “tukang
nyandak”(orang yang bertugas menghentikan lari sapi setelah sampai garis
finish), “tukang tonja” (orang yang bertugas menuntun sapi).
Kontes Sapi Kerap
Beberapa peralatan yang penting dalam kerapan sapi yaitu
kaleles dan pangonong, “pangangguy dan rarenggan” (pakaian dan perhiasan),
“rokong” (alat untuk mengejutkan sapi agar berlari cepat). Dalam kerapan sapi
tidak ketinggalan adanya “saronen” (perangkat instrumen penggiring kerapan).
Perangkatnya terdiri dari saronen, gendang, kenong, kempul, krecek dan gong.
Pesta
Rakyat
Umumnya sebuah pesta rakyat, penyelenggaraan Kerapan
Sapi juga sangat diminati oleh masyarakat Madura. Setiap kali penyelenggaraan
Kerapan Sapi diperkirakan masyarakat yang hadir bisa mencapai 1000-1500 orang.
Dalam pesta rakyat itu berabagai kalangan maupun masyarakat Madura berbaur
menjadi satu dalam atmosfir sportifitas dan kegembiraan.
Sisi lain yang menarik
penonton dari karapan sapi adalah kesempatan untuk memasang taruhan antarsesama
penonton. Jumlah taruhannya pun bervariasi, mulai dari yang kelas seribu
rupiahan sampai puluhan, bahkan ratusan juta rupiah. Biasanya penonton yang
berdiri disepanjang arena taruhannya kecil, tidak sampai jutaan. Tetapi, para
petaruh besar, sebagian besar duduk di podium atau hanya melihat dari tempat
kejauhan. Transaksinya dilakukan di luar arena, dan biasanya berlangsung pada
malam hari sebelum karapan sapi dimulai.
Adu
Gengsi
Pemilik sapi karapan memperoleh gengsi yang tinggi
manakala mampu memenangkan lomba tradisional tersebut. Selain itu, harga
pasangan sapi pemenang karapan langsung melambung. Mislnya, harga sapi yang
memenangkan lomba Karapan Sapi 2003 melambung menjadi Rp200 juta dari 2 tahun
sebelumnya hanya Rp40 juta.
Untuk membentuk tubuh
pasangan sapi yang sehat membutuhkan biaya hingga Rp4 juta per pasang sapi
untuk makanan maupun pemeliharaan lainnya. Maklum, sapi karapan diberikan aneka
jamu dan puluhan telur ayam per hari, terlebih-lebih menjelang diadu di arena
karapan. Berdasarkan tradisi masyarakat pemilik sapi karapan, maka hewan
tersebut menjelang diterjunkan ke arena dilukai di bagian pantatnya yakni
diparut dengan paku hingga kulitnya berdarah agar dapat berlari cepat. Bahkan
luka itu diberikan sambal ataupun balsem yang dioles-oleskan di bagian tubuh
tertentu antara lain di sekitar mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar