HIKMAH-HIKMAH SHALAT
Kita sebagai manusia dengan
keterbatasan tidak mungkin mengetahui dan mengungkap seluruh hikmah yang
terkandung dalam apa yang Allah syariatkan dan tetapkan. Apa yang kita ketahui
dari hikmah Allah hanyalah sebagian kecil, dan yang tidak kita ketahui jauh
lebih besar, “Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit.” (Al-Isra`: 85).
Allah
adalah al-Hakim, pemilik hikmah, tidak ada sesuatu yang Dia syariatkan kecuali
ia pasti mengandung hikmah, tidak ada sesuatu dari Allah yang sia-sia dan tidak
berguna karena hal itu bertentangan dengan hikmahNya.
Sekecil apapun dari hikmah
Allah dalam sesuatu yang bisa kita ketahui, hal itu sudah lebih dari cukup
untuk mendorong dan memacu kita untuk melakukan sesuatu tersebut karena
pengetahuan tentang kebaikan sesuatu melecut orang untuk melakukannya.
Setiap perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala mengandung kebaikan untuk
hamba-hamba-Nya. Memperhambakan diri kepada Allah bermanfaat untuk kepentingan
dan keperluan yang menyembah bukan yang disembah. “Aku tidak menghendaki
rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku
makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan
lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyaat: 57-58).
Penghambaan kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala yang
menjadi tujuan hidup dan tujuan keberadaan kita di dunia, bukanlah suatu
penghambaan yang memberi keuntungan bagi yang disembah, tetapi penghambaan yang
mendatangkan kebahagiaan bagi yang menyembah. Penghambaan yang memberikan
kekuatan bagi yang menyembahnya.
وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا
يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
“Dan barangsiapa yang
bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan
barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. An-Naml: 40).
Imam Qatadah berkata: “Sesungguhnya Allah memerintahkan sesuatu
kepada kalian bukan karena berhajat padanya, dan tidak melarang sesuatu atas
kalian karena bakhil. Akan tetapi Dia memerintahkan sesuatu pada kalian karena
di dalamnya terdapat kemaslahatan untuk kalian, dan melarang sesuatu karena di
dalamnya terdapat mafsadat (kerusakan). Oleh karenanya bukan hanya satu tempat
di dalam al-Qur’an yang memerintahkan berbuat perbaikan dan melarang berbuat
kerusakan”.
Ibadah shalat yang merupakan
ibadah teragung dalam Islam termasuk ibadah yang kaya dengan kandungan hikmah
kebaikan bagi orang yang melaksanakannya. Siapa pun yang mengetahui dan pernah
merasakannya mengakui hal itu, oleh karena itu dia tidak akan rela
meninggalkannya, sebaliknya orang yang tidak pernah mengetahui akan berkata,
untuk apa shalat? Dengan nada pengingkaran.
Di antara hikmah-hikmah shalat adalah:
Pertama: Manusia memiliki dorongan nafsu kepada kebaikan
dan keburukan, yang pertama ditumbuhkan dan yang kedua direm dan dikendalikan.
Sarana pengendali terbaik adalah ibadah shalat. Kenyataan membuktikan bahwa
orang yang menegakkan shalat adalah orang yang paling minim melakukan tindak
kemaksiatan dan kriminal, sebaliknya semakin jauh seseorang dari shalat,
semakin terbuka peluang kemaksiatan dan kriminalnya. Firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala;
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ
“Dan dirikanlah
shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan
mungkar.” (Al-Ankabut: 45).
Dari sini kita memahami makna
dari penyandingan Allah antara menyia-nyiakan shalat dengan mengikuti syahwat
yang berujung kepada kesesatan.
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ
خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ
غَيًّا
“Maka datanglah sesudah
mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan
hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (Maryam: 59).
Kedua: Seandainya seseorang telah terlanjur terjatuh
kedalam kemaksiatan dan hal ini pasti terjadi karena tidak ada menusia yang
ma’shum (terjaga dari dosa) selain para nabi dan rasul, maka shalat merupakan
pembersih dan kaffarat terbaik untuk itu.
Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam mengumpamakan shalat lima waktu dengan sebuah sungai yang mengalir di depan pintu rumah salah seorang dari kita, lalu dia mandi di sungai itu lima kali dalam sehari semalam, adakah kotoran ditubuhnya yang masih tersisa?
Dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu berkata, aku mendengar Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam bersabda, “Menurut kalian seandainya ada sungai di depan pintu rumah salah seorang dari kalian di mana dia mandi di dalamnya setiap hari lima kali, apakah masih ada kotorannya yang tersisa sedikit pun?” Mereka menjawab,”Tidak ada kotoran yang tersisa sedikit pun.” Rasulullah saw bersabda, “Begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam mengumpamakan shalat lima waktu dengan sebuah sungai yang mengalir di depan pintu rumah salah seorang dari kita, lalu dia mandi di sungai itu lima kali dalam sehari semalam, adakah kotoran ditubuhnya yang masih tersisa?
Dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu berkata, aku mendengar Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam bersabda, “Menurut kalian seandainya ada sungai di depan pintu rumah salah seorang dari kalian di mana dia mandi di dalamnya setiap hari lima kali, apakah masih ada kotorannya yang tersisa sedikit pun?” Mereka menjawab,”Tidak ada kotoran yang tersisa sedikit pun.” Rasulullah saw bersabda, “Begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dari Ibnu Mas’ud radliyallahu
'anhu bahwa
seorang laki-laki mendaratkan sebuah ciuman kepada seorang wanita, lalu dia
datang kepada Nabi shallalahu 'alaihi wasallam dan menyampaikan hal itu kepada
beliau, maka Allah menurunkan, “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang
(pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk.” (Hud: 114) Laki-laki itu berkata, “Ini
untukku?” Nabi shallalahu 'alaihi wasallam menjawab, “Untuk seluruh
umatku.” (Muttafaq Alaihi).
Ketiga: Hidup manusia tidak terbebas
dari ujian dan cobaan, kesulitan dan kesempitan dan dalam semua itu manusia
memerlukan pegangan dan pijakan kokoh, jika tidak maka dia akan terseret dan
tidak mampu mengatasinya untuk bisa keluar darinya dengan selamat seperti yang
diharapkan, pijakan dan pegangan kokoh terbaik adalah shalat, dengannya
seseorang menjadi kuat ibarat batu karang yang tidak bergeming di hantam ombak
bertubu-tubi.
Firman Allah, (artinya) “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (Al-Baqarah: 45).
Ibnu Katsir berkata, “Adapun firman Allah, ‘Dan shalat’, maka shalat termasuk penolong terbesar dalam keteguhan dalam suatu perkara.”
Firman Allah (artinya), “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153).
Ibnu Katsir berkata, “Allah Taala menjelaskan bahwa sarana terbaik sebagai penolong dalam memikul musibah adalah kesabaran dan shalat.”
Firman Allah, (artinya) “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (Al-Baqarah: 45).
Ibnu Katsir berkata, “Adapun firman Allah, ‘Dan shalat’, maka shalat termasuk penolong terbesar dalam keteguhan dalam suatu perkara.”
Firman Allah (artinya), “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153).
Ibnu Katsir berkata, “Allah Taala menjelaskan bahwa sarana terbaik sebagai penolong dalam memikul musibah adalah kesabaran dan shalat.”
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Hudzaefah bahwa
jika Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam tertimpa suatu perkara yang
berat maka beliau melakukan shalat. (HR. Abu Dawud nomor 1319).
Keempat: Hidup memiliki dua sisi, nikmat atau musibah,
kebahagiaan atau kesedihan. Dua sisi yang menuntut sikap berbeda, syukur atau
sabar. Akan tetapi persoalannya tidak mudah, karena manusia memiliki
kecenderungan kufur pada saat meraih nikmat dan berkeluh kesah pada saat meraih
musibah, dan inilah yang terjadi pada manusia secara umum, kecuali orang-orang
yang shalat. Orang yang shalat akan mampu menyeimbangkan sikap pada kedua
keadaan hidup tersebut.
Firman Allah, (artinya), “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat
kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang
mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.”(Al-Ma’arij:19-23).
Ibnu Katsir berkata, “Kemudian Allah berfirman, ‘Kecuali orang-orang yang shalat’ yakni manusia dari sisi bahwa dia memiliki sifat-sifat tercela kecuali orang yang dijaga, diberi taufik dan ditunjukkan oleh Allah kepada kebaikan yang dimudahkan sebab-sebabnya olehNya dan mereka adalah orang-orang shalat.”
Ibnu Katsir berkata, “Kemudian Allah berfirman, ‘Kecuali orang-orang yang shalat’ yakni manusia dari sisi bahwa dia memiliki sifat-sifat tercela kecuali orang yang dijaga, diberi taufik dan ditunjukkan oleh Allah kepada kebaikan yang dimudahkan sebab-sebabnya olehNya dan mereka adalah orang-orang shalat.”
Sebagian dari hikmah yang
penulis sebutkan di atas cukup untuk membuktikan bahwa shalat adalah ibadah
mulia lagi agung di mana kita membutuhkannya dan bukan ia yang membutuhkan
kita, dari sini kita mendapatkan ayat-ayat al-Qur`an menetapkan bahwa perkara shalat
ini merupakan salah satu wasiat Allah kepada nabi-nabi dan wasiat nabi-nabi
kepada umatnya.
Allah berfirman tentang Isa
putra Maryam,
وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا
أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا
“Dan Dia menjadikan aku
seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan dia mewasiatkan kepadaku
(mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.” (Maryam: 31).
Allah berfirman
tentang Musa, (artinya) “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Thaha: 14).
Allah berfirman tentang Ismail,
(artinya) “Dan ia menyuruh ahlinya untuk shalat dan
menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (Maryam: 55).
Allah berfirman tentang
Ibrahim, (artinya) “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku
orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (Ibrahim: 40).
Allah berfirman tentang Nabi
Muhammad, (artinya) “Dan perintahkanlah
kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (Thaha: 132).
Wallahu a’lam!!!!
Wallahu a’lam!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar