I. Pengertian
Afektif
Afektif
menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan rasa takut atau
cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan dan emosi, mempunyaigaya atau makna yang menunjukkan perasaan.
Seseorang
individu dalam merespon sesuatu diarahkan oleh penalaran dan pertimbangan
tetapi pada saat tertentu dorongan emosional banyak campur tangan dan
mempengaruhi pemikiran-pemikiran dan tingkah lakunya.
Perbuatan
atau perilaku yang disertai perasaan tertentu disebut warna afektif yang
kadang-kadang kuat, lemah atau tidak jelas. Pengaruh dari warna afektif
tersebut akan berakibat perasaan menjadi lebih mendalam. Perasaan ini di sebut
emosi (Sarlito, 1982:59).
Emosi
dan perasaan adalah dua hal yang berbeda, namun tidak tegas. Keduanya merupakan
suatu gejala emosional yang secara kuantitatif berkelanjutan. Namun tidak jelas
batasnya. Menurut Crow dan Cra (1958), pengertian emosi adalah pengalaman
afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentng keadaan
mental dan fisik dan berwujud tingkah laku yang tampak. Emosi adalah warna
afektif yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik, antara lain :
1. Reaksi
elektris pada kulit : meningkat bila terpesona
2. Peredaran
darah : bertambah cepat bila terkejut
3. Denyut
jantung : bertambah cepat kalau kecewa
4. Pernapasan : Bernapas panjang kalau kecewa
5. Pupil
mata : membesar kalau marah
6. Liur : mengering kalau takut dan tegang
7. Bulu
roma : berdiri kalau takut
8. Pencernaan : buang-buang air kalau tegang
9. Otot : ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau
bergetar
10. Komposisi
darah : kompisis darah akan ikut berubah karena emosional yang menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih
aktif.
II. Pola
perkembangan afektif pada manusia
Erik.
H. Erikson, mengemukakan bahwa perkembangan manusia adalah sintesis dari
tugas-tugas perkembangan dan tugas-tugas sosial. Erikson mengemukakan teori
perkembangan afektif yang terdiri atas 8 tahap, yaitu
antara lain :
1. Trust
vs Mistrust/ kepercayaan dasar (0-1 tahun)
Bayi
yang kebutuhannya terpenuhi waktu ia bangun, keresahannya segera terhapus,
selalu dibuai dan diperlakukan sebaik-baiknya, diajak main dan bicara, akan
tumbuh didalam perasaannya bahwa dunia ini tempat yang aman dengan orang-orang
disekitarnya yang selalu bersedia menolong dan dapat dijadikan tempat ia
menggantungkan nasibnya. Jika pemeliharaan bayi itu tidak semestinya maka
sebaliknya akan timbul rasa penolakan dan ketidakpercayaan pada orang
sekitarnya. Perasaan ini akan terus terbawa pada tingkat perkembangan
selanjutnya
2. Autonomy
vs Shame and Doubt (1-3 tahun)
Dimensi
otonomi ini timbulnya karena adanya kemampuan motoris dan mental anak. Pada
tahap ini bukan hanya berjalan, tetapi juga memanjat, menarik dan mendorong,
menegang, melepaskan dan lainnya. Anak sangat bangga dengan kemampuannya
dan ingin melakukan banyak hal sendiri. Orang tua sebaiknya menyadari bahwa
anak butuh melakukan sendiri hal-hal yang sesuai dengan kemampuannya menurut
langkah dan waktunya sendiri.
Jika
orang dewasa yang mengasuh dan membimbing anak tidak sabar dan selalu membantu
mengerjakan segala sesuatu yang sesungguhnya dapat dikerjakan sendiri oleh anak
itu, maka akan tumbuh rasa malu-malu dan ragu-ragu. Orang tua yang terlalu
melindungi dan selalu mencela hasil pekerjaan anaknya, berarti telah memupuk rasa
malu dan ragu yang berlebihan pada anak itu. Jika anak meninggalkan fase ini,
ia akan mengalmi kesulitan untuk memperoleh otonomi pada masa remaja dan masa
dewasanya.
3. Initiative
vs Guilt (3-5 tahun)
Pada
masa ini anak sudah menguasai badan dan geraknya. Inisiatif anak akan lebih
terdorong dan terpuruk bila orang tua memberi respon yang baik terhadap
keinginan anak untuk bebas dalam melakukan kegiatan-kegiatan motoris sendiri
bukan hanya bereaksi atau meniru anak-anak lainnya. Dimensi sosial pada tahap ini
mempunyai dua ujung, yaitu initiative dan guilt.
4. Industry
vs Inferiority/Produktivitas (6-11 tahun)
Anak
mulai berpikir deduktif, belajar dan bermain menurut peraturan yang ada. Anak
bermain menurut peraturan yang ada. Anak didorong untuk membuat, melakukan dan
mengerjakan dengan dengan benda-benda yang praktis dan mengerjakannya sampai
selesai sehingga menghasilkan sesuatu.
Pada
usia sekolah dasar ini dunia anak bukan ganya lingkungan rumah saja melainkan
mencakup lembaga-lembaga lainnya yang mempunyai peranan yang penting dalam
perkembangan individu. Pengalaman-pengalaman sekolah mempengaruhi industry dan
inferiority anak
5. Indentity
vs Role Confusion/Identitas ( 12-18 tahun)
Pada
fase ini anak menuju perkembangan fisik dan mental. Memiliki perasaan-perasaan
dan keinginan-keinginan baru sebagai akibat perubahan-perubahan tubuhnya. Ia mulai dapat berpikir tentang pikiran
orang lain, ia berpikir pula apa yang dipikirkan oleh orang lain tentang
dirinya. Ia mulai mengerti tentang keluarga ideal, agama dan masyarakat. Pada
masa ini remaja harus dapat mengintegrasikan apa yang telah dialami dan
dipelajarinya tentang dirinya. Misalnya, sebagai anak, pelajar, anggota osis
dan sebagainya menjadi satu kesatuan sehingga menunjukkan kontinuitas dengan
masa lalu dan sikap menghadap masa datang.
6. Intimacy
vs Isolation/Keakraban (19- 25 tahun)
Yang
dimaksud intimacy oleh Erikson selain hubungan suami istri adalah juga
kemampuan untuk berbagai rasa dan perhatian pada orang lain. Jika intimacy
tidak terdapat diantara sesama teman atau suami istri, menurut Erikson, akan
terdapat apa yang disebut isolation, yakni kesendirian tanpa adanya orang lain
untuk berbagi rasa dan saling memperhatikan.
7. Generavity
vs Self absorption/Generasi berikutnya ( 25-45 tahun)
Generavity
berarti bahwa orang mulai memikirkan orang-orang lain di luar keluarganya
sendiri, memikirkan genrasi yang akan datang serta hakikat masyarakat dan dunia
tempat generasi itu hidup. Orang yang tidak berhasil mencapai generavity bearti
ia berada dalam keadaan self absorption dengan hanya memutuskan perhatian
kepada kebutuhan-kebutuhan dan kesenangan pribadi.
8. Integrity
vs Despair/Integritas ( 45 tahun – dst)
Pada
fase ini usaha-usaha yang pokok pada individu sudah mendekati kelengkapan, dan
merupakan masa-masa untuk menikmati pergaulan dengan-cucu-cucu. Integrity
timbul dari kemapuan individu untuk melihat kembali kehidupan yang lalu dengan
kepuasan. Sedangkan kebalikanya adalah despair, yaitu keadaan dimana individu
yang melihat kembali dan meninjau kembali kehidupanya masa lalu sebagai
rangkaian kegagalan dan kehilangan arah.
(Yahya Nursidik, mengutip
dari Sumantri M, Syaodih N :2007 )
III. Ciri
Emosi dalam masa bayi
Pada
waktu lahir emosi bayi tampak dalam bentuk sederhana, hampir tidak terbedakan sama
sekali. Ada dua
ciri khusus dari emosi bayi. Pertama, emosi bayi sangat berbeda dengan orang
dewasa, dan kadang-kadang dari anak yang lebih tua usianya. Emosi bayi misalnya
disertai oleh reaksi perilaku yang terlampau hebat bagi rangsangan yang menimbulkannya,
terutama dalam hal marah dan takut. Kedua, emosi lebih mudah dibiasakan pada
masa bayi dibandingkan pada periode-perode lain, ini disebabkan karena
terbatasnya kemampuan intelektual bayi sehingga mereka dengan mudah dan cepat
menerima rangsangan yang pada waktu lalu membangkitkan reaksi emosional.
Emosi
bayi sangat rentan terhadap pembiasaan, terdapat beberapa perbedaan pada pola
ini dan juga pada rangsangan yang menimbulkannya. Reaksi
emosional bayi berbeda terhadap beberapa rangsangan tertentu yang berlainn,
bergantung pada sebagian besar pengalaman lalunya.
Perbedaan-perbedaan
dalamreaksi emosi mulai tampak dalam masa bayi dan dipengaruhi oleh sejumlah
faktor, terutama kondisi-kondisi fisik dan mental dari bayi pada saat munculnya
rangsangan dan berhasil tidaknya reaksi yang pernah diberikan sebelumnya dalam
memenuhi kebutuhannya.
Hurlock
( Psikolog perkembangan, 2003:86) merumuskan pola emosional yang lazim pada
masa bayi antara lain adalah sebagai berikut :
1. Kemarahan
Perangsang
yang lazim membangkitkan kemarahan pada bayi adalah campur tangan terhadap
gerakan mencoba-cobanya, menghalangi keinginannya, metidak mengijinkannya
mengerti sendiri dan tidak memperkenankannya melakukan apa yang dia inginkan.
2. Ketakutan
Perangsang
yang paling mungkin membangkitkan ketakutan bayi adalah suara keras orang atau
barang, dan situasi asing, ruangan gelap, tempat tinggi dan binatang.
Perangsang yang terjadi tiba-tiba atau tidak terduga juga biasanya
membangkitkan rasa takut pada bayi
3. Rasa
ingin tahu
Setiap
mainan atau barang baru dan tidak biasa adalah perangsang untuk
keingintahuannya, kecuali jika kebaruan itu tegas
sehingga menimbulkan ketakutan. Bila rasa takut berkurang, maka akan digantikan
oleh rasa ingin tahu. Bayi mudah mengungkapkan rasa ingin tahunya terutama
melalui ekspresi wajah, menegangkan otot muka, membuka mulut dan menjulurkan
lidah.
4. Kegembiraan
Kegembiraan
dirangsang oleh kesenangan fisik. Pada bulan kedua, atau ketiganya bayi
bereaksi pada orang yang mengajaknya bercanda, menggelitik, mengamati dan
memperhatikannya.
5. Afeksi
Setiap
orang yang mengajak bayi bermain, mengurus kebutuhan jasmaninya atau
memperlihatkan afeksi akan merupakan perangsang untuk afeksi mereka. Kemudian
mainan dan hwan kesayangan keluarga mungkin juga menjadi objek cinta bagi
mereka
IV. Ciri
Emosi dalam masa kanak-kanak
Selama
masa awal kanak-kanak, emosi sangat kuat. Saat ini merupakan saat
ketidakseimbangan karena anak-anak “keluar dari fokus”, dalam arti bahwa ia
mudah terbawa ledakan emosional sehingga sulit dibimbing dan diarahkan. Hal ini
nampak mencolok pada usia 2,5 tahun sampai 3,5 tahun dan 5,5 tahun sampai 6,5
tahun, meskipun pada umumnya hal ini berlaku pada hamper seluruh periode awal
maa kanak-kanak.
Emosi
yang meninggi pada awal masa kanak-kanak ditandai oleh ledakan amarah yang
kuat, ketakutan yang hebat dan iri hati yang tidak masuk akal.
Emosi
yang tinggi kebanyakan disebabkan oleh masalah psikologis daripada masalah
fisiologis. Orangtua hanya memperbolehkan anak melakukan beberapa hal, padahal
anak merasa mampu melakukan banyak hal lagi dan ia cenderung menolak larangan
orang tua.
Emosi
yang umum pada awal masa kanak-kanak, antara lain sebagai berikut :
1. Amarah
Penyebab
amarah yang paling umum adalah pertengkaran mengenai permainan, tidak tercapainya
keinginan dan serngan yang hebat dari anak lain.
2. Takut
Pembiasaan,
peniruan, dan ingatan tentang pengalaman yang kurang menyenangkan berpran
penting dalam menimbulkan rasa takut, seperti cerita-cerita, gambar, radio,
televisi dan film-film yang menakutkan.
3. Cemburu
Anak
menjadi cemburu bila ia mengira bahwa minat dan perhatian orang tua beralih
kepada orang lain didalam keluarga, biasanya adik yang baru lahir.
4. Ingin
tahu
Anak
mempunyai rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang baru dilihatnya, juga mengenai
anggota tubuh orang lain. Reaksi pertamanya adalah dalam bentuk penjelajahan
sensomotorik.
5. Iri
Hati
Anak-anak
sering iri hati mengenai kemampuan atau barang yang dimiliki orang lain. Iri
hati ini diungkapkan dalam bermacam-macam cara yang paling umum adalah
mengungkapkan keinginannya untuk memiliki barang seperti milik orang lain.
6. Gembira
Anak-anak
merasa gembira karena sehat. Anak mengungkapkannya dengan tersenyum, dan
tertawa, bertepuk tangan, melompat-lompat atau memeluk benda atau memeluk orang
yang membuatnya bahagia.
7. Sedih
Anak-anak
merasa sedih karena kehilangan segala sesuatu yang dicintai atau yang dianggap
penting bagi dirinya apakah itu orang, binatang, ataupun benda mati seperti
mainan.
8. Kasih
Sayang
Anak-anak
belajar mencintai orang, binatang atau benda yang menyenangkannya. Ia
mengungkapkan kasih sayang secara lisan bila sudah besar tetapi ketika masih
kecil, anak akan menyatakannya dengan memeluk, mencium dan menepuk objek kasih
sayangnya
V. Ciri
Emosi pada akhir masa kanak-kanak
Pola
emosi akhir masa kanak-kanak berbeda dari pola emosional awal masa kanak-kanak
dalam dua hal. Pertama, jenis situasi yang membangkitkan emosi, dan yang kedua
adalah bentuk ungkapnnya. Perubahan tersebut lebih merupakan akibat dari
meluasnya pengalaman dan belajarnya daripada proses pematangan diri.
Pada
akhir masa kanak-kanak ada waktu dimana anak sering mengalami emosi yang hebat.
Karena emosi cenderung kurang menyenangkan, maka dalam periode ini meningginya
emosi menjadi periode ketidakseimbangan, yaitu saat dimana anak menjadi sulit
dihadapi.
Meningginya
emosi pada akhir masa kanak-kanak dapat disebabkan karena keadaan fisik dan
lingkungan. Keadaan lingkungan yang menyebabkan meningginya emosi juga beragam
dan serius, karena penyesuaian diri pada setiap situasi baru selalu meyusahkan
anak.
Namun
pada umunya, akhir masa kanak-kanak merpakan periode yang relative tenng yang
berlangsung sampai mulainya masa puber. Ini disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, peranan yang harus dilakukan anak yang lebih besar sudah terumus
secara jelas dan anak tahu bagaimana melaksanakannya, kedua, permainan dan
olahraga merupakan bentuk pelampiasan emosi yang tertahan dan terakhir, dengan
meningkatnya keterampilan anak tidak banyak mengalami kekecewaan dalam usahanya
menyelesaikan pelbagai macam tugas dibandingkan denga pada saat anak masih
lebih muda.
VI. Ciri
Emosi pada masa remaja awal
Secara
tradisonal, masa remaja dianggap sebahai periode, “badai dan tekanan”, suatu
masa dimana ketegangan emosi meninggu sebagai akibat dariperubahan fisik dan
kelenjar.
Meskipun
emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali dan tampaknya irasional,
tetapi pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan emosional
Pola
emosi pada masa remaja antara lain adalah rasa takut, rasa takut akan terkucil,
terisolir dari kelompknya. Hal yang demikian itu menyebabkan remaja sangat
intim dan bersikap perasaan terikat dengan teman sepergaulannya. Perasaan
konformitas erat hubungannya dengan ‘sumbangan” yang diterima remaja dari
sepergaulannya, sehingga ia merasa dibutuhkan, merasa berharga dalam situasi
pergaulan. Selain itu, emosi lain yang sangat menonjol pada masa remaja adalah
rasa sedih. Remaja sangat peka terhadap jekena-ejekan yng dilontarkan kepada
dirinya. Kesedihan yang sangat akan muncul, jika jekan tersebut datang dari
teman sebaya, terutama yang berlainan jenis. Sebaliknya, perasaan gembira
biasanya akan nampak manakala si remaja mendapat pujian, terutama pujian
terhadap diri atu hasil usahanya.
Bentuk
emosi yang sering nampak dalam amsa remaja awal antara lain adalah marah, malu,
takut, cemas, cemburu, iri hati, sedih, gembira, kasih sayang dan ingin tahu.
Dalam hal emosi yang negative, umumnya remaja belum dapat mengontrolnya dengan
baik, sehingga remaja dalam bertingkah lakunya sangat dikuasai oleh emosinya. (
Mapiare, Psikologi Remaja, 1982: 58 )
VII. Ciri
Emosi pada masa remaja akhir
Disepakati
oleh para ahli bahwa sikap remaja akhir boleh dikatakan relatif stabil. Hal ini
berarti bahwa remaja senang atau tidak senang, suka atau tidak suka terhadap
sesuatu objek tertentu, didasarkan oleh hasil pemikirannya sendiri. Walaupun
dalam banyak hal remaja sering masih digoyahkan pendiriannya oleh orangtua
mereka yang mungkin disebabkan oleh masih adanya kebergantungan ekonomi. Secara
lebih umum, dapat dikatakan bahwa pengaruh-pengaruh atau propaganda orang lain
yang berusaha mengarahkan atau mengubah sikap pandangannya yang diyakini benar,
akan dinilainya berdasarkan ukuran baik atau buruk, benar atau salah.
Pertentangan-pertentangan pendapat dalam hal-hal tertentu dihadapinya dengan
sikap tenang, sehingga membuka adanya konsesus.
Kehidupan
perasaan remaja akhir juga umumnya telah tenang. Namun ini tidaklah berarti
menutup kemungkinan adanya bentrok dengan orang lain. Bentrokan atau
pertentangan pendapat dengan orang lain yang kadang-kadang terjadi, dihadapinya
dengan perasaan yang lebih teratur dan dibatasi oleh norma-norma orang dewasa,
terutama orang dewasa yang diidentifikasikannya.
Satu
diantara sikap yang kuat dalam masa remaja akhir terutama parohan awal masa ini
adalah tertutup terhadap orang dewasa khususnya terhadap pemecahan
persoalan-persoalannya sendiri. Biasanya remaja terbuka terhadap
kelompok-kelompok teman sebaya. Dalam kelompok-kelompk akrab itulah remja berdiskusi
sampai menghabiskan waktu berjam-jam.
VIII. Kematangan
Emosi pada masa Remaja
Anak
laki-laki dan perempuan dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila apada
akhir masa remaja ridak “meledakan” emosinya dihadapan orang lain melainkan
menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan
cara-cara yang lebih dapat diterima. Petunjuk kematangan emosi yang lain adalah
bahwa individu menilai situasi secara kritis terlebih dulu sebelum bereaksi
secara emosional, tdak lagi beraksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak
atau orang yang tidak matang. Dengan demikian, remaja mengabaikan banyak
rangsangan yang tadinya dapat menimbulkan ledakan emosi. Akhirnya, remaja yang
emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah
dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati lainnya, seperti dalam
periode sebelumnya.
IX. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan emosi
1. Perkembangan
emosi anak tergantung pada factor kematangan dan faktor belajar ( Hurlock,
1996:266 )
2. Kematangan
belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi.
3. Perkembngan
intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang belum dimengerti,
memerhatikan satu rangsangan dalam jangka waktu yang lebih lama dan
berkurangnya peran kelnjar drenalin yang sebelumnya sangat berperan sebelum
umur 5 tahun.
4. Kegiatan
belajar yang menunjang perkembanagn emosi anak antara lain adalah :
a. Belajar
dengan coba-coba
· Anak belajar coba-coba dengan mengekspresikan emosi dalam
bentuk perilaku yang membrikan pemuasan, dan menolak perilaku yang memberikan
pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan pemuasan.
· Cara belajar ini lebih diunakan pada waktu masa kanak-kanak
dibandingkan dengan sesudahnya, tetapi sepanjang perkembangan tidak
ditinggalkan sama sekali.
b. Belajar
dengan cara meniru
· Mengambil hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain,
anak-anak bereaksi dengan emosi metode ekspresi yang sama dengan orang yang
diamati.
· Contohnya : anak yang suka membuat rebut menjadi marah jika
ditegur guru
c. Belajar
dengan cara mempersamakan diri
· Anak menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah
dari rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi yang
ditiru.
· Disini anak banyak menirukan orang yang dikagumi dan
mempunyai ikatan emosional yang kuat.
d. Belajar
melalui pengkondisian
· Pda mulanya gagal memancing reaksi emosional, kemudian
dapat berhasil dengan cara asosiasi.
· Pengkondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada tahun-tahun
awal kehidupan karena anak kecil kurang mampu menalar, kurang pengalaman untuk
menilai sesuatu secara kritis dan kurang mengenal betapa tidak rasionalnya
rekasi mereka.
· Setelah melewati masa kanak-kanak penggunaan metode
pengkondisian semakin terbatas pada perkembangan rasa suka dan tidak suka.
e. Pelatihan
atau belajar dibawah bimbingan dan pengawasan terbatas pada aspek reaksi
· Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu
emosi terangsang, yaitu dengan pelatihan, anak dirangsang untuk membangkitkan
emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional
terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar